Tag Archives: Bola

Menangis, bangkit, Mohamed Salah

Menangis, bangkit, Mohamed Salah – Liverpool kalah dari Real Madrid pada final Liga Champions 2017/18. Selain keberhasilan Los Blancos meraih gelar Liga Champions tiga kali beruntun, tangisan Mohamed Salah jadi salah satu topik besar usai pertempuran di Kiev tersebut.

Baru setengah jam pertandingan, sambil berlinang air mata, Salah terpaksa meninggalkan lapangan karena cedera yang didapatnya akibat `dibanting` oleh kapten Real Madrid, Sergio Ramos. Momen itu dinilai sebagai titik balik Real Madrid bisa memenangkan pertandingan karena Liverpool kehilangan salah satu penyerang andalannya.

Tapi tangisan itu berubah jadi kebahagiaan setahun berselang. Salah kembali tampil di final Liga Champions bersama Liverpool untuk melawan Tottenham Hotspur. Saat itu, ia berhasil menyelesaikan pertandingan yang digelar di Metropolitano Stadium, Madrid dan mengantarkan Liverpool jadi juara Liga Champions saksikan di tv online bola. Bahkan penyerang Tim Nasional Mesir ini mencetak gol pertama Liverpool yang menang dengan skor 2-0.

Menangis, bangkit, itulah Mohamed Salah. Mengubah tangisan menjadi kebahagiaan ternyata menjadi bagian dari perjalanan karier Salah sejauh ini. Karena bukan di Kiev saja Salah menjadikan tetesan air matanya sebagai bahan bakar untuk meningkatkan kualitas dirinya agar bisa lebih berprestasi.

Saat masih belia, Salah konon sudah akrab dengan tangisan. Hal itu diceritakan oleh Eric Bekoe, penyerang asal Ghana yang dijuluki “Raja Gol” saat berkarier di Mesir.

“Aku pemain hebat di Mesir. Mohamed Salah dan pemuda Mesir lainnya ingin sepertiku. Salah menjadikanku sebagai role model. Saat aku bermain di FC Petrojet, Salah masih muda dan bermain untuk tim muda Al-Mokawloon. Dia seorang pemain sayap kiri yang selalu ingin mencetak banyak gol dan ia terkadang menangis ketika upayanya mencetak gol dari sayap tidak berhasil.”

Tangisan-tangisan Salah di usia muda bukan isapan jempol belaka. Salah seorang mantan rekan setimnya di Al-Mokawloon bernama Ahmad Saad bercerita bahwa Salah pernah menangis saat turun minum akibat dimarahi karena main jelek. Tapi hebatnya, setelah menangis, permainan Salah justru menggila.

“Di satu pertandingan bersama tim U16, Salah bermain sangat buruk dan setelah babak pertama berakhir, pelatih kami, Hamdi Nouh, menghinanya sampai dia menangis. Tapi yang terjadi kemudian, di babak kedua, Salah mencetak tiga gol!”

Menangis, bangkit, Mohamed Salah.
Timnas Mesir juga pernah merasakan `keganasan` tangisan Salah. Pada 2013, kapten Timnas Mesir saat itu, Mohamed Aboutrika, harus menenangkan Salah yang menangis setelah Mesir takluk 1-6 dari Ghana pada leg pertama babak play-off Piala Dunia 2014. Kekalahan telak itu memang menyulitkan Mesir untuk bisa melangkah ke putaran final Piala Dunia, di mana kemudian Mesir hanya menang 2-1 di leg kedua.

Maju empat tahun kemudian, tanpa para pemain senior seperti Aboutrika, Ahmed Faty, dan Wael Gomaa, beban untuk membawa Mesir ke Piala Dunia ada di pundak Salah. Sementara itu, Mesir yang berada di grup E babak kualifikasi tergabung dalam grup yang cukup berat bersama Uganda, Kongo, dan tim yang menyingkirkan mereka empat tahun silam, Ghana.

Pada pertemuan pertama melawan Ghana, Mesir menang 2-0 di mana Salah turut menyumbang satu gol. Tapi yang paling krusial adalah saat memasuki pertandingan kelima, Mesir nyaris kembali tersingkir karena bermain imbang 1-1 melawan Kongo di waktu normal, sementara mereka akan menghadapi Ghana yang jago kandang di laga terakhir, Uganda yang satu poin di bawahnya akan menghadapi tim juru kunci, Kongo.

Sampai akhirnya, sebelum laga melawan Kongo berakhir, Mesir mendapatkan tendangan penalti di waktu injury time babak kedua. Salah maju sebagai eksekutor. Yang terjadi kemudian adalah sejarah. Tendangan penaltinya yang sukses itu memastikan satu tempat di fase grup Piala Dunia 2018 menjadi milik Mesir, untuk pertama kalinya sejak 1990. Menjadi lebih manis karena Mesir berhasil membalas `dendam` atas kekalahan empat tahun silam.

Menangis, bangkit, Mohamed Salah.
Terakhir, pada Februari 2019, ketika persaingan Liverpool dan Manchester City untuk gelar Premier League sedang sengit-sengitnya, Salah terlihat menangis pada pertandingan Manchester United vs Liverpool yang berakhir imbang 0-0.

Momen itu terjadi setelah eks pemain Chelsea dan AS Roma ini berjalan keluar lapangan untuk digantikan Divock Origi. Sepertinya, seperti yang dikatakan Bekoe, Salah menangis karena tak bisa mencetak gol, dalam hal ini ke gawang MU. Pada laga itu Luke Shaw berhasil mematikan pergerakan Salah. Lantas seperti yang diketahui, pada musim tersebut, Liverpool gagal menjadi juara Premier League.

Tapi musim ini, Salah masih dalam performa terbaiknya. Liverpool bahkan tak merasakan kekalahan sampai pekan ke-28, sebelum ditaklukkan Watford. Skuad asuhan Juergen Klopp ini semakin dekat dengan gelar pertama Premier League bagi Liverpool. Sejauh ini Salah total mencetak 16 gol.

Perlu diketahui, Salah absen pada pertemuan pertama Liverpool melawan Man United musim 2019/20 ini. Namun ia tampil pada laga melawan Man United di Anfield. Bahkan pada laga yang dimenangkan Liverpool dengan skor 2-0 tersebut, Salah (akhirnya) mencetak gol perdananya ke gawang MU setelah empat pertemuannya sebelumnya nihil gol.

Sekali lagi. Menangis, bangkit, Mohamed Salah.

 

Momentum Bersejarah Brasil dan Argentina Pada 29 Juni

Momentum Bersejarah Brasil dan Argentina Pada 29 Juni – Tanggal 29 Juni menjadi tanggal yang bersejarah bagi publik sepakbola Brasil dan Argentina. Dalam dua edisi Piala Dunia berbeda (1958 dan 1986) yang berakhir pada 29 Juni itu, dua kekuatan sepakbola terbesar di benua Amerika Selatan itu sukses menggondol trofi Jules Rimet.

Piala Dunia 1958 yang berlangsung pada 8-29 Juni menjadi momentum emas bagi Brasil untuk memekakan mata dunia. Brasil yang kala itu dibesut oleh Vincente Veola datang ke Swedia dengan kekuatan yang mengerikan, terutama di sektor penyerangan.

Barisan depan Brasil kala itu dihuni pemain-pemain seperti Pele, Manuel Francisco dos Santos (Garrincha), dan Mario Zagallo. Ketiganya menjadi trisula di lini depan dengan sokongan bola dari Didi yang berperan sebagai jenderal lapangan tengah kunjungi Agen Judi Bola Online Terpercaya.

Di fase grup, hadangan Uni Soviet, Inggris, dan Austria berhasil dilewati Brasil. Mereka pun memastikan satu tempat di perempatfinal dengan status juara Grup 4 setelah meraih dua kemenangan atas Austria (3-0) dan Uni Soviet (2-0), serta bermain imbang 0-0 dengan Inggris. Brasil terus melaju hingga menapak ke final, setelah membungkam Wales 1-0 di perempat final dan menumbangkan Perancis 5-2 di semifinal.

Di partai puncak, Brasil sudah ditunggu Swedia. Berhadapan dengan tuan rumah, Brasil tak terlalu diunggulkan karena Swedia juga menunjukkan performa impresif selama gelaran Piala Dunia 1958. Brasil pun tak diuntungkan sejarah, karena dalam empat edisi Piala Dunia sebelumnya, juara selalu berasal dari benua yang sama dengan tim tuan rumah.

Tapi prediksi tersebut terpatahkan. Brasil mengalahkan Swedia 5-2 di laga final untuk meraih gelar Piala Dunia pertama mereka dalam sejarah. Sukses tersebut pun menjadi awal kejayaan Brasil di event empat tahunan tersebut. Setelah itu, Brasil sukses menjuarai empat gelaran Piala Dunia selanjutnya (1962, 1970, 1994, dan 2002). Torehan lima trofi Jules Rimet yang dikoleksi Brasil membuat mereka menjadi tim tersukses sepanjang sejarah Piala Dunia.

Tepat 28 tahun kemudian, giliran Argentina yang berpesta pada 29 Juni. Pada penyelenggaraan Piala Dunia 1986, Albiceleste yang kala itu diperkuat Diego Armando Maradona, Jose Luis Brown, hingga Jorge Valdano menunjukkan performa impresif sepanjang turnamen yang diselenggarakan di Meksiko itu.

Argentina melewati fase grup dengan tanpa terkalahkan. Hadangan Italia, Bulgaria, dan Korea Selatan dilalui dengan hasil dua kemenangan dan satu imbang. Dengan raihan lima poin, Albiceleste melenggang ke 16 besar dengan status juara Grup A.

Di fase gugur, Argentina sukses melewati hadangan Uruguay (1-0) di 16 besar, Inggris (2-1) di perempatfinal, dan Belgia (2-0) di semifinal. Albiceleste kemudian menantang Jerman Barat di laga puncak, yang berlangsung di Estadio Azteca pada 29 Juni 1986.

Pertandingan antara Argentina dengan Jerman Barat berlangsung ketat. Argentina yang tampil agresif bisa membuka keunggulan pada menit ke-23 melalui Jose Brown. Seusai jeda, Jorge Valdano menambah keunggulan bagi Albiceleste di menit ke-55. Jerman baru bisa membalas di menit ke-74 melalui Karl-Heinz Rummenigge. Tujuh menit berselang, Rudi Voller mencetak gol untuk membawa Jerman menyamakan kedudukan.

Tapi skor imbang 2-2 tak bertahan lama. Tiga menit selepas Jerman merayakan gol, Argentina langsung membalas melalui lesakkan Jorge Burruchaga. Argentina kemudian merayakan gelar kedua mereka di Piala Dunia, melengkapi kesuksesan di tahun 1978. Sayangnya, hingga saat ini Argentina belum lagi meraih gelar juara Piala Dunia

Semuanya sangat efisien dan terorganisir dengan baik oleh Aston Villa

Semuanya sangat efisien dan terorganisir dengan baik oleh Aston Villa – Ketika lampu sorot Villa Park mulai bekerja, itu memberikan latar belakang yang spektakuler untuk peluncuran besar, saat media melewati pemeriksaan keamanan yang tinggi, termasuk pengujian suhu teknologi tinggi sebelum diizinkan masuk.

Tepat di bawah area media, suara dentuman musik muncul dari ruang ganti ketika para pemain mencoba menciptakan suasana mereka sendiri. Info lengkap kunjungi judi online

Zona dibagi menjadi hijau, kuning dan merah dengan sanitasi yang ketat dan sistem berjalan satu arah yang beroperasi – semuanya sangat efisien dan terorganisir dengan baik oleh Aston Villa, klub pertama di luar blok dalam konteks ini.

Di antara kursi kosong, ada pemandangan yang tajam – jaket pelayan Aston Villa ditempatkan untuk mengenang ayah manajer Dean Smith, Ron, yang biasa melakukan peran itu dan yang meninggal pada usia 79 setelah tertular virus corona.

Ketika para pemain melakukan pemanasan dan kami yang berada di pinggiran memandang, Villa setidaknya mencoba menyuntikkan atmosfer dengan soundtrack logam berat di atas sistem alamat publik sebelum para pemain keluar secara terpisah.

Itu agak tidak sesuai ketika penyiar Villa membuka pengumuman tim, dengan cepat menyambut kembali John McGinn setelah absen karena cedera yang panjang, stadion itu sendiri dihiasi dengan bendera, spanduk (satu dari sejauh Praha) dan penutup untuk setidaknya menambahkan sedikit warna untuk acara yang dibius.

Saya pernah menghadiri satu pertandingan di balik pintu tertutup sebelumnya, ketika Inggris bermain imbang 0-0 dengan Kroasia di Rijeka pada Oktober 2018, tetapi ada rasa dislokasi yang lebih besar di sini. Seperti yang harus terjadi, bahkan kita yang cukup beruntung untuk berada di dalam pun berada dalam jarak sosial, mengambil tindakan pencegahan yang biasa dilakukan dengan mengenakan topeng.

Countdown to kick-off clock dan wajah-wajah para penggemar yang menonton di rumah berkedip-kedip di layar lebar semuanya merupakan upaya yang memikat untuk menyalakan adrenalin tetapi pemandangan tim-tim yang keluar secara terpisah, tidak ada jabat tangan dan hanya ada siku-siku yang aneh. sela-sela, membawa kenyataan baru ini ke dalam bantuan yang tajam.